Minggu, 17 Januari 2010

pengertian dan syarat-syarat mujtahid

PENGERTIAN DAN SYARAT-SYARAT MUJTAHID

I. PENDAHULUAN
Secara historis, ijtihad pada dasarnya telah tumbuh sejak masa-masa awal Islam, yakni pada zaman Nabi Muhammad saw, dan kemudian berkembang pada masa-masa sahabat dan tabi’in serta masa-masa generasi selanjutnya hingga kini dan mendatang dengan mengalami pasang surut dan karakteristiknya masing-masing. Bahwa ijtihad itu telah ada sejak zaman Rasul saw, antara lain dapat dilacak dari riwayat ‘Amr bin ‘Ash yang mendengar Rasulullah saw bersabda:
‏‏حَدَّثَنَا ‏ ‏هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ الدَّرَاوَرْدِيُّ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْهَادِ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏أَبِي قَيْسٍ ‏ ‏مَوْلَى ‏ ‏عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ ‏
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏يَقُولُ ‏ ‏إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ ‏
قَالَ ‏ ‏يَزِيدُ ‏ ‏فَحَدَّثْتُ بِهِ ‏ ‏أَبَا بَكْرِ بْنَ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ ‏ ‏فَقَالَ هَكَذَا ‏ ‏حَدَّثَنِيهِ ‏ ‏أَبُو سَلَمَةَ ‏‏عَنْ‏أَبِي هُرَيْرَةَ ‏

“Apabila seorang hakim hendak menetapakan suatu hukum kemjudian dia berijtihad dan ternyata benar ijtihadnya, maka baginya dua pahala, dan apabila dia hendak menetapkan hukum kemudian dia berijtihad dan ternyata salah ijtihadnya maka untuknya satu pahala”.

II. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian mujtahid
2. Syarat-syarat mujtahid
3. Stratifikasi mujtahid

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Mujtahid
Jika membahas pengertian mujtahid tidak terlepas dari pengertian ijtihad yang berasal dari kata ijtahada yang artinya ialah: bersungguh-sungguh, rajin, giat. Sedang apabila kita meneliti makna kata jahada, artinya ialah mencurahkan segala kemampuan.
Jadi dengan demikian, menurut bahasa, ijtihad itu ialah berusaha atau berupaya yang sungguh-sungguh. Perkataan ini tentu saja tidak akan dipergunakan di dalam sesuatu yang tidak mengandung kesulitan dan keberatan. Sayid Muhammad al-Khudloriy, di dalam kitabnya ushul fiqh memberikan contoh: Ijtahada fi khamli khajarirrokha. “Dia berusaha keras membawa batu giling”, dan tidak akan dikatakan: Ijtahada fi khamli khordalatin. “berusaha sungguh-sungguh membawa sebiji bijian”.
Kemudian dikalangan para ulama’ perkataan ini khusus digunakan dalam pengertian usaha yang sungguh-sungguh dari para mujtahid dalam mencari tahu tentang hukum-hukum syari’at.
Sedangkan pengertian ijtihad secara istilah pada umumnya banyak dibicarakan dalam buku-buku ushul fiqh. Salah satu definisi yang ditemukan oleh ahli ushul fiqh adalah “pengertian segenap kesanggupan oleh seorang ahli fiqh atau mujtahid untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum-hukum syara’”. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi ijtihad ialah untuk mengeluarkan (istinbath) hukum syara’, dengan demikian ijtihad tidak berlaku dalam bidang teologi dan akhlaq.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa mujtahid ialah orang yang bertijtihad atau dengan kata lain sebagai seseorang yang mencurahkan segala kemampuan dalam mengistinbathkan hukum syara’.
B. Syarat-syarat Mujtahid
Pintu ijtihad selalu terbuka pada setiap masa, dengan perkembangan, ijtihad selalu diperlukan. Namun demikian tidak berarti setiap orang boleh melakukan ijtihad. Akhir-akhir ini, sebagian cendekiawan Islam merasa berhak dan mau berijtihad, tanpa melihat kesulitan proses ijtihad. Masalah ijtihad sebenarnya bukan mau atau tidak mau, tetapi persoalan mampu atau tidak mampu. Memaksa orang yang tidak mampu untuk berijtihad mengundang bahaya, sebab untuk melakukan ijtihad seseorang harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang bisa membawa ke derajat mujtahid.
Muhammad Musa Towana dalam bukunya yang berjudul al-ijtihad mengelompokkan syarat-syarat mujtahid ke dalam beberapa bagian berikut rinciannya. Pertama, persyaratan umum (al-syurut al-‘ammah), yang meliputi: (1) balig, (2) berakal sehat, (3) kuat daya nalarnya, dan (4) beriman atau mukmin.
Kedua, persyaratan pokok (al-syurut al-asasiyah), yaitu syarat-syarat mendasar yang menuntut mujtahid supaya memiliki kecakapan berikut: (1) mengetahui Qur’an, (2) memahami Sunnah, (3) memahami maksud-maksud hukum syari’at, dan (4) mengetahui kaidah-kaidah umum (al-qawa’id al-kulliyat) hukum Islam.
Ketiga, persyaratan penting (al-syurut al-hammah), yakni beberapa persyaratan yang penting dipunyai mujtahid. Syarat-syarat ini mencakup: (1) menguasai bahasa Arab, (2) mengetahui ilmu ushul al-fiqh, (3) mengetahui ilmu mantik atau logika, dan (4) mengetahui hukum asal suatu perkara (al-bara’ah al-asliyah).
Keempat, persyaratan pelengkap (al-syurut al-takmiliyah) yang mencakup: (1) tidak ada dalil qat’i bagi masalah yang diijtihadi, (2) mengetahui tempat-tempat khilafiyah atau perbedaan pendapat, dan (3) memelihara kesalehan dan ketaqwaan diri.
C. Stratifikasi Mujtahid
Kemampuan dan minat seseorang terbatas. Bahkan ada orang yang sudah puas dengan mengikuti saja. Sejalan dengan kemampuan dan minat itu, para mujtahid juga bertingkat-tingkat.
1. Mujtahid Muthlaq atau Mustaqil
Mujtahid Mustaqil adalah ulama’ yang telah memenuhi semua syarat-syarat di atas. Mereka mempunyai otoritas untuk mengkaji hukum langsung dari al-Qur’an dan as-Sunnah, melakukan qiyas, mengeluarkan fatwa atas pertimbangan maslahat, dan menggunakan metode yang dirumuskan sendiri dalam berijtihad tanpa mengekor kepada mujtahid lain. Pendapatnya kemudian disebarluaskan kepada masyarakat. Termasuk dalam tingkatan ini adalah seluruh fuqoha dari kalangan sahabat, fuqoha dari kalangan tabi’im seperti Sa’id bin Musayyab dan Ibrahim an-Nakha’i, fuqoha mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, al-Auza’i, al-Laits bin Sa’ad, Sufyan ats-Tsauriy, dan Abu Tsaur. Namun yang madzhabnya tetap masyhur hingga kini adalah 4 Imam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal.
2. Mujtahid Muntasib
Mujtahid Muntasib adalah mujtahid-mujtahid yang mengambil atau memilih pendapat-pendapat imamnya dalam ushul dan berbeda pendapat dari imamnya dalam cabang, meskipun secara umum ijtihadnya menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang hampir sama dengan hasil ijtihad yang diperoleh imamnya. Termasuk dalam tingkatan ini seperti al-Muzani (dari madzhab Syafi’i) dan Abdurrahman ibnu Qosim (dari madzhab Maliki).
3 Mujtahid Madzhab
Mujtahid Madzhab, ialah mujtahid yang mengikuti imam madzhabnya baik dalam masalah ushul ataupun furu’. Peranan mereka sebatas melakukan istinbath hukum terhadap masalah-masalah yang belum diriwayatkan oleh imamnya. Mujtahid madzhab tidak berhak berijtihad terhadap masalah-masalah yang telah ada ketetapannya di dalam madzhab yang dipegangnya. Menurut madzhab Maliki, tidak pernah kosong suatu masa dari mujtahid madzhab.
4 Mujtahid Murajjih
Mujtahid Murajjih, yaitu mujtahid yang tidak mengistinbathkan hukum-hukum furu’ (apalagi hukum-hukum asal) akan tetapi hanya membandingkan beberapa pendapat mujtahid yang ada untuk kemudian memilih salah satu pendapat yang dipandang paling kuat (arjah).

IV. ANALISIS
Ijtihad dilakukan oleh mujtahid untuk mengeluarkan hukum berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul. Karena mujtahid ini mengeluarkan hukum, maka ia disebut pula sebagai hakim. Tapi tidak semua orang dapat berijtihad begitu saja dan mengeluarkan fatwa. Untuk mencapai derajat mujtahid, seseorang harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Namun, dalam ijtihad terdapat perbedaan stratifikasi para mujtahid ke dalam beberapa martabat.

V. KESIMPULAN
Kita telah mengetahui bersama bahwa sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Namun, seiring berjalannya waktu, permasalahan-permasalahan yang ditemui umat islam pun kian berkembang. Ketika permasalahan-permasalahan tersebut tidak dapat lagi diselesaikan hanya melalui nash Al-Qur’an dan Hadist secara eksplisit (jelas), timbul istilah ijtihad.

VI. PENUTUP
Segala puji hanya bagi Allah dan Rasul-Nya, demikianlah makalah ini kami sajikan. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan demi perbaikan pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.






















DAFTAR KEPUSTAKAAN

Amin, Muhammad, 1991, Ijtihad Ibn Taimiyah dalam Bidang Fikih Islam Jakarta: INIS
Mu’allim,Amir dan Yusdani, 2004 Ijtihad Dan Legislasi Muslim Kontemporer, Yogyakarta: UII Press
Rahmat, Jalaluddin, 1988, Ijtihad Sulit Dilakukan Tetapi Perlu, Bandung: Mizan
Umar, Mu’in dkk, 1986, Ushul Fiqh Qaidah-qaidah Istinbath dan Ijtihad, Jakarta: Proyek Depag
http://manhaj-salaf.net46.net/ijtihad-dan-mujtahid/

6 komentar:

  1. Flash Disk yang digunakan sering mengalami serangan virus ataupun malware, trojan yang merupakan program jahat lainnya yang berasal dari USB Flash Disk. Virus-virus tersebut dapat merusak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. pertanyaan anda tidak sinkron dengan tautan yang saya buat..

      Hapus
  2. Sangat membantu. terimakasih atas artikelnya, mudah-mudahan bisa bermanfaat dunia dan akhirat. tetap berbagi dengan sesama melalui ilmu yang kita miliki. Salam, :D

    BalasHapus
  3. sama2,, dan saya ucapkan syukran katsiran 'ala ziyaratika fi hadzihi marhalah..

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah... sangat bermanfaat kang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya sama2,, terima kasih kunjungannya ea kang..

      Hapus

Berlanggan artikel Blogtegal via e-Mail