Kamis, 24 Desember 2009

BUNUH DIRI DAN EUTHANASIA SERTA HUKUM PEMINUM KHAMAR DAN PEMAKAI NARKOBA

BUNUH DIRI DAN EUTHANASIA SERTA HUKUM PEMINUM KHAMAR DAN PEMAKAI NARKOBA

I. PENDAHULUAN
Pada zaman globalisasi saat ini banyak pengangguran, pusing memikirkan kebutuhan rumah tangga yang semakin naik harga-harga kebutuhan setiap hari. Bagi orang yang tidak kuat menahan kesusahan ini akhirnya frustasi dan akhirnya nekat bunuh diri, mereka berfikir bahwa dengan bunuh diri semua masalah yang mereka hadapi akan hilang. Padahal masih banyak cara yang lain untuk menghadapi kesulitan ini dan manusia dituntut untuk berusaha mengubah hidup mereka dengan kemampuan mereka sendiri. Apalagi mengerjakan euthanasia yang sudah jelas-jelas dapat menghilangkan nyawa seseorang hanya dengan menghentikan pengobatan karena harga obat semakin mahal, Allah menciptakan penyakit pasti juga menciptakan penawarnya dan kita sebagai manusia harus berusaha untuk mencarinya.
Khamar dan narkoba pada hakikatnya adalah sama, yaitu sama-sama membuat manusia mabuk, hilangnya akal pikiran yang sehat, dan menghancurkan masa depan. Hanya saja kemunculan khamar lebih dahulu daripada narkoba. Oleh karena itulah manusia dilarang untuk mengkonsumsinya apalagi memperdagangkannya.
Itulah tadi sekilas mengenai bunuh diri dan euthanasia serta hukum peminum khamar dan pemakai narkoba. Pada makalah ini saya akan mencoba memaparkannya lebih jelas lagi.

II. RUMUSAN MASALAH
1. Bunuh diri dan euthanasia
2. Hukum peminum khamar dan pemakai narkoba

III. PEMBAHASAN
1. Bunuh Diri dan Euthanasia
Dalam topik ini ada dua masalah yang akan dibahas, yaitu mengenai bunuh diri dan euthanasia, terutama tentang bunuh diri banyak dimuat dalam media massa, yang penyebab dan caranya bermacam-macam ragam.

A. Bunuh Diri
Orang yang nekat bunuh diri, biasanya karena putus asa. Diantara penyebabnya adalah penderitaan hidup. Ada orang yang menderita fisiknya (jasmaninya), karena memikirkan sesuap nasi untuk diri dan keluarganya. Keperluan pokok dalam kehidupan senari-hari tidak terpenuhi, apalagi pada zaman sekarang ini, pengeluaran lebih besar daripada pemasukan.
Adapula orang yang menderita batinya yang berakibat patah hati, hidup tidak bergairah, masa depannya kelihatan suram, tidak bercahaya. Batinya kosong dari cahaya Iman dan berganti dengan kegelapan yang menakutkan. Penderitaan kelompok kedua ini, belum tentu karena tidak punya harta, tidak punya kedudukan dan tidak punya nama. Rupa-rupanya harta, kedudukan dan nama tenar, belum tentu dan adakalanya tidak dapat membahagiakan sesorang. Pada media massa kita baca ada jutawan, ada artis dan ada tokoh yang memilih mati untuk mengakhiri penderitaanya itu, apakah penderitaan jasmani atau penderitaan batin.
Kalau kita perhatikan, maka tampak jelas, baik kelompok pertama maupun kedua, sama-sama tidak mampu menghadapi kenyataan dalam hidup ini. Mereka tidak mampu menghayati dan memahami, bahwa dunia ini dengan segala isinya adalah pemberian Allah dan pinjaman yang akan dikembalikan, dan sukaduka pun silih berganti dalam menghadapinya.
Cara yang mereka tempuh bermacam ragam, ada yang menggantungkan diri, ada yang melompat dari gedung bertingkat, ada yang menembak dirinya dengan senjata api, ada yang meminum racun dan ada cara-cara lainnya.
Dari tulisan yang dimuat dalam harian republika, Selasa tanggal 22 Agustus 1995, yang bersumber dari Polda Metro Jaya, terlihat bahwa cara bunuh diri itu bermacam-macam.
Dari 35 kasus yang terjadi dari Januari-Juli 1995, ternyata:
1. Bunuh diri dengan menggantung diri sebanyak = 17 orang
2. Bunuh diri dengan minum obat serangga sebanyak = 15 orang
3. Bunuh diri dengan membakar diri sebanyak = 1 orang
4. Bunuh diri dengan menyebur ke dalam sumur sebanyak = 1 orang
5. Bunuh diri (tidak disebutkan caranya) = 1 orang
_________________________
Jumlah = 35 orang
Dilihat dari jenis kelaminya, laki-laki sebanyak 21 orang dan wanita sebanyak 14 orang. Jadi lebih banyak laki-laki daripada wanita. Tanpa kita ketahui penyebabnya, tetapi dari kenyataan ini, bahwa peristiwa bunuh diri perlu diperhatikan dan dicarikan pangkalnya.
Orang yang bunuh diri tidak dibenarkan oleh Islam dan dilarang keras untuk malakukan tindakan nekad tersebut, sebagaiman firman-Nya:
...    •     
…Dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (an-Nisa’: 29)

[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

Ibnu Abbas dan kebanyakan ulama menafsirkan ayat di atas dengan pengertian: “Jangan saling mebunuh antara sesama muslim”. Sedangkan ‘Amru bin Ash memahami dengan pengertian: “Jangan bunuh diri”.Penafsiran ‘Amru bin ‘Ash ini pun dibenarkan oleh Rasulullah. Umpamanya, seorang yang sedang sakit payah, dilarang oleh dokter mandi dengan air dingin. Orang yang melanggar larangan dokter tersebut, termasuk ke dalam pengertian ayat di atas, karena secara langsung atau tidak, akan membawa bahaya dan akibatnya berakhir dengan kematian.
Bunuh diri atau saling membunuh menurut penafsiran ‘Amru bin ‘Ash dan Ibnu Abbas, kedua-duanya tidak dibenarkan oleh agama Islam, walaupun penyebabnya berbeda.
Orang bunuh diri karena putus asa, sedang orang yang saling membunuh, karena memendam dendam, karena iri hati atau saling bermusuhan, walaupun menganut agama yang sama (Islam), tetap tidak dibenarkan oleh Islam.
Sebenarnya Islam menghendaki pemeluk-pemeluknya mempunyai kemauan yang kuat menghadapi segala macam tantangan dan penderitaan. Dalam keadaan bagaimanapun Islam tidak membenarkan pemeluk-pemeluknya lari dari perjuangan hidup dan lari dari kenyataan, yang ada kalanya pahit dan adakalanya manis. Kenyataannya, memang lebih banyak pahit daripada manisnya.
Setiap mu’min diciptakan untuk berjuang (jihad), bukan untuk berpangku tangan, maju dan bertahan, bukan lari dari medan perjuangan. Kepada orang yang ingin bunuh diri Rasulullah memperingatkan, bahwa oarng itu dilarang (diharamkan) masuk surga, dan yang layak menjadi tempatnya adalah neraka.
Ayat al-Qur’an di atas dengan jelas menunjukkan, bahwa bunuh diri itu dilarang keras oleh Islam dengan alasan apapun.
Dengan demikian keliru sekali, kalau ada anggapan, dengan jalan bunuh diri, segala persoalan telah selesai dan berakhir. Padahal azab dan penderitaan yang lebih berat, telah menyongsong di akherat kelak.

B. Euthanasia
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti “baik”, dan thanatos, yang berarti “kematian”. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya.
Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif.
a. Euthanasia Aktif
Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah.
Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus.
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :
  •      
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam : 151)
     •   
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)

Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :
        
“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178)

Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan.
Firman Allah SWT :
           
“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).” (QS Al-Baqarah : 178)

Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting. Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak).


b. Euthanasia Pasif
Adapun euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi.
Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya.
Abdul Qadim Zallum mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu.
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri).

2. Hukum Peminum Khamar dan Pemakai Narkoba
Meminum minuman keras yang memabukkan, misalnya arak dan sebagainya, hukumnya haram dan merupakan sebagian dari dosa besar karena menghilangkan akal adalah suatu larangan yang keras sekali. Betapa tidak, karena akal itu sungguh penting dan berguna. Maka wajib dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Tiap-tiap minuman yang memabukkan, diminum banyak ataupun sedikit tetap haram, walaupun yang sedikit itu tidak sampai memabukkan.
Sabda Rasulullah saw:
‏‏أَخْبَرَنَا ‏ ‏عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ ‏ ‏قَالَ حَدَّثَنَا ‏ ‏يَحْيَى يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏عُبَيْدِ اللَّهِ ‏ ‏قَالَ حَدَّثَنَا ‏ ‏عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏أَبِيهِ ‏ ‏عَنْ ‏جَدِّهِ ‏ ‏عَنْ النَّبِيِّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ ‏‏.(رواه النسائى وابو داود)
“Sesuatu yang memabukkan, banyak atau sedikitnya pun haram.” (Riwayat Nasai dan Abu Daud)
Firman Allah swt:
               
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah: 90)

[434] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.

Orang yang meminum minuman keras wajib didera empat puluh kali apabila ada saksi dua orang laki-laki atau dia mengaku sendiri.
‏‏حَدَّثَنَا ‏ ‏مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى ‏ ‏وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ ‏ ‏قَالَا حَدَّثَنَا ‏ ‏مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏شُعْبَةُ ‏ ‏قَالَ سَمِعْتُ ‏ ‏قَتَادَةَ ‏ ‏يُحَدِّثُ عَنْ ‏ ‏أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ‏ ‏أَنَّ النَّبِيَّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏أُتِيَ بِرَجُلٍ قَدْ شَرِبَ الْخَمْرَ فَجَلَدَهُ ‏ ‏بِجَرِيدَتَيْنِ ‏ ‏نَحْوَ أَرْبَعِينَ. (رواه مسلم) ‏
“Bahwasanya Rasulullah saw telah mendera orang yang meminum minuman keras dengan dua pelepah tamar (kurma), empat puluh kali.” (Riwayat Muslim)

Bukan saja minuman, tetapi suatu makanan yang menghilangkan akal, seperti candu dan lain-lainnya, hukumnya juga haram karena termasuk dalam arti memabukkan.
Sabda Rasulullah saw:
‏‏و حَدَّثَنَا ‏ ‏مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى ‏ ‏وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ ‏ ‏قَالَا حَدَّثَنَا ‏ ‏يَحْيَى وَهُوَ الْقَطَّانُ ‏‏عَنْ ‏ ‏عُبَيْدِ اللَّهِ ‏ ‏أَخْبَرَنَا ‏ ‏نَافِعٌ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏ابْنِ عُمَرَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا ‏‏عَنْ النَّبِيِّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ.(رواه مسلم) ‏
“Setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.” (Riwayat Muslim)

Firman Allah swt:
      .
“dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Al-A’raf: 157)


a. Adakah Manfaat Khamar?
Q.S. al-Baqarah: 219
          ••                   
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.

[136] Segala minuman yang memabukkan.

Maka menurut nash al-Qur’an, pada khamar itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat. Adapun yang dimaksud dengan manfaat di sini ialah manfaat ekonomi, dari segi perdagangan dan produktivitas. Ada beberapa Negara yang penduduknya menanam anggur untuk dijual dan dibuat khamar demi mendapatkan uang berjuta-juta. Keuntungan-keuntungan inilah yang mendorong banyak orang pada masa sekarang memperdagangkan khamar, dan mereka beranggapan bahwa hal ini dapat menarik wisatawan.
Sementara bahaya khamar terhadap seseorang diantaranya dapat merusak badan, akal dan jiwanya, dan hal ini telah banyak ditulis dan dibicarakan oleh para dokter. Arak yang diminum seseorang dapat merusak kesehatan secara bertahap sehingga tubuhnya menjadi sarang berbagai macam penyakit. Maka meminum minuman yang memabukkan ini hanyalah menimbulkan penyakit bagi jiwa dan saraf. Di samping itu, minuman keras dapat merusak keluarga dan rumah tangga, karena orang yang suka mabuk akan mengabaikan istri dan anak-anaknya, padahal mereka memerlukan makan dan sebagainya. Mereka mengabaikan kewajibannya untuk menciptakan kehidupan keluarga yang tenang, lalai akan tugasnya mendidik anak-anaknya, serta tidak mau lagi melakukan sesuatu yang berguna untuk agama dan dunianya.
Dari ayat di atas ditetapkanlah suatu kaidah Islamiyah:
كُلُّ شَيْءٍ كَانَ ضَرَرُهُ أَكْبَرَ مِنْ نَفْعِهِ فَهُوَ حَرَامٌ
“Segala sesuatu yang madharatnya (bahayanya) lebih besar daripada manfaatnya adalah haram.”

Islam hanya menghalalkan sesuatu yang bermanfaat atau yang kemanfaatannya lebih besar daripada madharatnya, dan mengharamkan segala sesuatu yang hanya menimbulkan madharat atau sesuatu yang madharatnya lebih besar daripada manfaatnya.

b. Sejak Kapan Khamar Diharamkan?
Adapun masalah sejak kapan khamar diharamkan, berikut inilah penjelasannya. Kita tahu bahwa khamar diharamkan secara bertahap, dan ayat yang pertama kali turun berkenaan dengan masalah ini ialah firman Allah berikut:
Q.S. al-Baqarah: 219
          ••    ....
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.

[136] Segala minuman yang memabukkan.

Setelah itu turun ayat berikut: Q.S. an-Nisa’: 43
           .......
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”

Kemudian turunlah ayat yang mengharamkan secara tegas sebagaimana termaktub dalam ayat Q.S. al-Ma’idah: 90-91
                                     
“90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

[434] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.

Mendengar ayat tersebut dengan serta merta Umar berkata: “Kami berhenti, wahai Tuhan.” Surat al-Ma’idah yang memuat ayat ini adalah bagian dari al-Qur’an al-Karim yang diturunkan pada masa-masa terakhir. Kemungkinan ayat ini diturunkan sekitar tahun kesembilan Hijriyah, yakni pada masa-masa periode Madinah.

c. Hukum Mukhaddirat (narkotika)
Ganja , heroin, serta bentuk lainnya baik padat maupun cair yang terkenal dengan sebutan mukhaddirat (narkotika) adalah termasuk benda-benda yang diharamkan syara’ tanpa diperselisihkan lagi diantara ulama. Dalil yang menunjukkan keharamannya adalah sebagai berikut:
1. Ia termasuk kategori khamar menurut batasan yang dikemukakan Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a.:
اَلْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ
“Khamar adalah segala sesuatu yang menutup akal.”

Yakni yang mengacaukan, menutup, dan mengeluarkan akal dari tabiatnya yang biasanya dapat membedakan antar sesuatu dan mampu menetapkan sesuatu.
2. Barang-barang tersebut, seandainya tidak termasuk dalam kategori khamar atau “memabukkan”, maka ia tetap haram dari segi “melemahkan” (menjadikan loyo). Imam Abu Daud meriwayatkan dari Ummu Salamah:
‏‏حَدَّثَنَا ‏ ‏سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏أَبُو شِهَابٍ عَبْدُ رَبِّهِ بْنُ نَافِعٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏الْحَسَنِ بْنِ عَمْرٍو الْفُقَيْمِيِّ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏الْحَكَمِ بْنِ عُتَيْبَةَ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏أُمِّ سَلَمَةَ ‏ ‏قَالَتْ ‏ ‏نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ ‏ ‏وَمُفَتِّرٍ.(رواه ابو داود) ‏
“Bahwa Nabi saw melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan (menjadikan lemah)”.

Al-Mufattir adalah sesuatu yang menjadikan tubuh loyo tidak bertenaga.
3. Bahwa benda-benda tersebut seandainya tidak termasuk dalam kategori memabukkan dan melemahkan, maka ia termasuk dalam jenis khabaits (sesuatu yang buruk) dan membahayakan, sedangkan diantara ketetapan syara’ : bahwa Islam mengharamkan memakan sesuatu yang buruk dan membahayakan, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-A’raf: 157
......     .......
“menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk .”

d. Menanam Candu dan Ganja Dengan Maksud Menjual Atau Digunakan Sendiri
Menanam ganja atau candu dengan maksud akan membuat benda memabukkan untuk dipakai sendiri atau diperjualbelikan adalah haram hukumnya. Keterangan yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan lain-lain dari Ibnu Abbas dari Rasulullah yang mengatakan:
اِنَّ مَنْ حَبَسَ الْعِنَبَ أَيَّامَ الْقَطَّافِ حَتَّى يَبِيْعَهُ مِمَّنْ يَتَّخِذُهُ خَمْرًا فَقَدْ تَقَحَّمَ النَّارَ (رواه أبو داود وغيره)
“Sesungguhnya orang yang memerah anggur pada hari-hari memetiknya kemudian menjualnya kepada orang yang akan menjadikannya khamar, maka sesungguhnya dia telah menceburkan diri ke neraka.”

Hadits ini menunjukkan haramnya menanam ganja dan candu untuk maksud-maksud menjual dan menggunakannya sendiri. Perbuatan seperti itu berarti mendukung kamaksiatan, yaitu menggunakan benda-benda yang memabukkan atau memperjualbelikannya.

IV. ANALISIS
Dari pembahasan di atas dapat saya analisis bahwa bunuh diri diharamkan bukan karena tidak menyayangi hidup yang telah diberikan kepada Allah kepadanya melainkan karena telah mendahului apa yang dikehendaki Allah pada dirinya. Secara otomatis telah melanggar qodho’ qodar yang telah ditentukan oleh Allah, tetapi di sini saya tidak membicarakan aliran theology Qodariyah. Jadi seseorang itu harus mampu meghadapi sagala ujian yang diberikan kepada Allah kepada kita dan jangan pula seseorang itu putus asa sebelum mencoba mengerjakan pekerjaan yang dianggap sukar untuk diselesaikan. Begitu juga dengan euthanasia, yang esensinya kita diberi amanat oleh Allah untuk saling menjaga nyawa seseorang antara satu dengan yang lainnya.
Kalau kita tinjau lebih dalam ternyata khamar itu pengharamannya dikarenakan illat memabukkan, jadi kalau khamar itu itdak memabukkan maka hukumnya tidak haram. Kita tahu bahwa khamar itu terbuat dari buah anggur yang asal hukum buah itu adalah halal tidak memabukkan tetapi setelah diolah menjadi khamar maka hukumnya berubah menjadi haram karena memabukkan. Begitu juga dengan narkotika yang juga dihukumi haram oleh para ulama dikarenakan juga dapat memabukkan bagi si pemakai.

V. KESIMPULAN
Dari analisis di atas dapat saya simpulkan bahwa antara bunuh diri dan euthanasia itu terdapat kesamaan yaitu sama-sama menghilangkan nyawa seseorang. Akan tetapi dari indikator penyebab kematian itu berbeda kalau bunuh diri itu dikarenakan tidak sanggup lagi menanggung beban dalam kehidupan sedangkan euthanasia itu dikarenakan tidak sanggup lagi menanggung penyakit yang dideritanya dan difonis bahwa tidak dapat sembuh atau karena kekurangan biaya untuk pengobatan akhirnya pengobatan dihentikan dan si penderita penyakit tidak dapat sembuh.
Kemudian antara khamar dan narkotika itu memiliki kesamaan dalam hal memabukkan. Akan tetapi kemunculan khamar lebih dahulu daripada narkotika sehingga pada saat narkotika muncul dan diketahui bahwa benda tersebut memabukkan maka hukumnya dikiyaskan dengan khamar.

VI. PENUTUP
Akhirnya dengan rasa syukur kepada Allah makalah ini dapat saya selesaikan. Saya yakin bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan oleh karena itu saya meminta kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai acuan untuk perbaikan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi diri saya sendiri. Amin

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M.Ali, Masail Fiqhiyah al-Hadtsah: Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997, Cet ke-2.
http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/26/euthanasia-menurut-hukum-islam/
Qardawi, Yusuf, Fatwa-fatwa Kontemporer, terj. As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, Cet ke-3.
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008, Cet ke-41.
Sabiq, Sayid, Fiqh Sunnah 9, terj. Moh. Nabhan Hussein, Bandung: Alma’arif, 1990, Cet ke-5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlanggan artikel Blogtegal via e-Mail