Kamis, 17 Desember 2009

hukum merokok

HUKUM MEROKOK DITINJAU DARI AL-QUR’AN, HADITS DAN QAIDAH FIQHIYAH

I. PENDAHULUAN
Tembakau yang digunakan untuk rokok tidak dikenal di masa Nabi, sehingga tidak bisa diterangkan tentang halal dan haramnya. Tetapi segala sesuatu pada asalnya mubah atau boleh, kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya, atau nampak adanya bahaya yang kemudian bisa ditetapkan hukum haramnya.
Dengan demikian mereka mengatakan bahwa asal hukumnya mubah. Jika sekiranya dengan menghisap rokok tembakau itu dapat menimbulkan bahaya baginya terhadap kesehatan dirinya maupun kewajiban yang harus ditunaikan buat dirinya, maka hukumnya haram. Dan jika bahaya yang ditimbulkannya lebih sedikit maka hukumnya adalah makruh. Merokok termasuk dalam satu pemborosan harta yang sebaiknya tidak dibiasakan.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dilihat bahwa hukum rokok itu masih khilaf artinya para ulama belum menyepakati masalah tersebut. Itulah tadi sedikit pembahasan mengenai hukum rokok, tapi saya akan mencoba memaparkan yang lebih jelas lagi bagaimana hukum rokok itu ditinjau dari al-Qur’an, Hadits maupun Qaidah Fiqhiyah.

II. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian rokok
2. Sejarah munculnya rokok dalam Islam
3. Pendapat ulama tentang hukum rokok

III. PEMBAHASAN
1. Pengertian Rokok
Ad-dukhan (tembakau) adalah tumbuhan sebangsa terong yang mengandung banyak sekali tumbuhan beracun, seperti balladone dan tumbuh-tumbuhan untuk membius.

2. Sejarah Munculnya Rokok Dalam Islam
Tumbuhan ini (tembakau) asalnya berada di negara bagian barat, sebelumnya kaum Muslimin tidak mengenalmya kecuali pada akhir abad ke-10. Orang Inggris sengaja menyelundupkan rokok ke masyarakat kaum Muslimin pada masa Daulah Utsmaniyah. Masuknya barang tersebut melalui seorang laki-laki Yahudi yang mengaku sebagai seorang bijak, yang dapat menyembuhkan manusia. Kemudian memasukkan barang tersebut ke negara-negara kaum Muslimin, seperti Mesir, Hijaz, dan mayoritas negara-negara Islam. Ketika permasalahan rokok ini muncul ke permukaan, para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghisapnya. Apakah diharamkan, makruh ataukah mubah.

3. Pendapat Ulama Tentang Hukum Rokok
A. Dalil-dalil Golongan yang Mengharamkan Rokok
Ulama-ulama yang mengharamkan rokok mengemukakan beberapa alasan sebagai berikut:
a. Karena Memabukkan
Dasar yang mereka ambil adalah hadits Muslim bahwa Nabi bersabda:
‏‏و حَدَّثَنَا ‏ ‏مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى ‏ ‏وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ ‏ ‏قَالَا حَدَّثَنَا ‏ ‏يَحْيَى وَهُوَ الْقَطَّانُ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏عُبَيْدِ اللَّهِ ‏ ‏أَخْبَرَنَا ‏ ‏نَافِعٌ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏ابْنِ عُمَرَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا ‏ عَنْ النَّبِيِّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ ‏
“Setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.”

Yang dimaksud dengan muskir (memabukkan) menurut mereka ialah segala sesuatu yang dapat menutup akal meskipun hanya sebatas tidak ingat. Sebagian dari mereka berkata, “sudah dimaklumi bahwa orang menghisap rokok itu, bagaimanapun keadaannya, adalah memabukkan. Artinya merokok dapat menjadikan pikirannya kacau, menghilangkan pertimbangan akalnya, menjadikan nafasnya sesak dan dapat teracuni.

b. Karena Melemahkan Badan
Mereka berkata, “kalaupun merokok itu tidak sampai memabukkan, minimal perbuatan ini dapat menyebabkan tubuh menjadi lemah dan loyo. Dasar yang mereka ambil adalah hadits dari Ummu Salamah r.a.:
‏‏حَدَّثَنَا ‏ ‏سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏أَبُو شِهَابٍ عَبْدُ رَبِّهِ بْنُ نَافِعٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏الْحَسَنِ بْنِ عَمْرٍو الْفُقَيْمِيِّ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏الْحَكَمِ بْنِ عُتَيْبَةَ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏أُمِّ سَلَمَةَ ‏ قَالَتْ ‏ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ ‏ ‏وَمُفَتِّرٍ ‏
“Bahwa Rasulullah saw melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan.”

Mereka menjelaskam bahwa al muftir ialah sesuatu yang menjadikan anggota badan lemah dan loyo.

c. Menimbulkan Mudharat
Mudharat yang mereka kemukakan di sini terbagi menjadi dua macam:
a. Dharar badani (bahaya yang mengenai badan): menjadikan badan lemah, wajah pucat, terserang batuk, bahkan dapat menimbulkan penyakit paru-paru.
b. Dharar mali (mudharat pada harta), merokok itu menghambur-hamburkan harta (tabdzir), yakni menggunakannya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat bagi badan dan ruh, tidak bermanfaat di dunia dan akhirat.
Allah berfirman dalam Q.S. al-Isra’: 26-27
         •  •          
“26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Salah seorang ulama berkata: “Bila seseorang sudah mengakui bahwa ia tidak menemukan manfaat rokok sama sekali, maka seharusnya rokok itu diharamkan”.

B. Alasan Golongan yang Memakruhkan
Adapun golongan yang mengatakan bahwa merokok itu makruh mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Merokok itu tidak lepas dari dharar (bahaya), lebih-lebih jika terlalu banyak melakukannya.
2. Mengurangkan harta, tabdzir, israf dan menghambur-hamburkan uang, yang dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih baik dan lebih bermanfaat.
3. Bau dan asapnya mengganggu serta menyakiti orang lain yang tidak merokok.
4. Menurunkan harga diri bagi orang yang mempunyai kedudukan sosial terpandang.
5. Dapat melalaikan seseorang untuk beribadah secara yang sempurna.
6. Bagi orang yang biasa merokok, akan membuat pikirannya kacau jika pada suatu saat ia tidak mendapatkan rokok.
Syekh Abu Sahal Muhammad bin al-Waizh al-Hanafi berkata: “Segala sesuatu yang baunya mengganggu orang lain adalah makruh, sama halnya dengan memakan bawang. Maka asap rokok yang memiliki dampak negatif ini lebih utama dilarang.
Hadits Ibnu Umar r.a. bahwasannya Nabi bersabda:
‏‏حَدَّثَنَا ‏ ‏مُسَدَّدٌ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏عَبْدُ الْوَارِثِ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏عَبْدِ الْعَزِيزِ ‏ ‏قَالَ قِيلَ ‏ ‏لِأَنَسٍ ‏
‏مَا سَمِعْتَ النَّبِيَّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏يَقُولُ فِي الثُّومِ فَقَالَ ‏ ‏مَنْ أَكَلَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا ‏
“Barang siapa memakan buah dari pohon ini (bawang merah), maka janganlah dia mendekati masjid kami.”

Sebenarnya Nabi saw melarang hal itu dikarenakan (aromanya) menggangu muslim yang lain, sehingga tidak diperbolehkan.

C. Alasan Golongan yang Memperbolehkan
Golongan yang memperbolehkan merokok ini berpegang pada qaidah fiqhiyah:
اَلْأَصْلُ فِيْ الْأَشْيَاءِ الْأِبَاحَةُ اِلاَّمَا نَصَّ الشَّرْعُ عَلَى تَحْرِيْمِهِ
“Pada asalnya segala sesuatu itu boleh, kecuali jika ada nash syara’ yang mengharamkannya”

Sedangkan anggapan banhwa rokok itu memabukkan atau menjadikan lemah itu tidak benar. Iskar (memabukkan), menurut mereka, berarti hilangnya akal tetapi badan masih dapat bergerak, dan takhdir ialah hilangnya akal disertai keadaan badan yang lemah atau loyo. Sedangkan kedua hal ini tidak terjadi pada orang yang merokok. Memang benar bahwa orang tidak biasa merokok akan merasakan mual bila ia pertama kali melakukannya. Jika orang menganggap merokok sebagai perbuatan israf, maka hal ini tidak hanya terdapat pada rokok. Inilah pendapat al-‘Allamah Syekh Abdul Ghani an-Nabilisi.

IV. ANALISIS
Kalau dapat kita analisis sesungguhnya tumbuhan ini (tembakau) pada dasarnya adalah suci, tidak memabukkan, tidak membahayakandan tidak kotor. Jadi, pada asalnya adalah mubah, kemudian berlaku padanya hukum-hukum syari’at sebagai berikut:
1. Barang siapa yang mengguanakannya tetapi tidak menimbulkan mudharat pada badan atau akalnya, maka hukumnya adalah jaiz (boleh).
2. Barang siapa yang apabila menggunakannya menimbulkan mudharat, maka hukumnya haram, seperti orang yang mendapatkan mudharat bila menggunakan madu.
3. Barang siapa yang memanfaatkannya untuk menolak mudharat, semisal penyakit, maka wajib menggunakannya.
Jadi, hukum-hukum ini ditetapkan berdasarkan sesuatu yang akan ditimbulkannya, sedangkan pada asalnya adalah mubah.
Barangkali pendapat yang paling sahih alasannya dalam masalah ini ialah pendapat yang dikemukakan oleh al-Maghfur Syekhul Akbar Mahmud Syaltut, Rektor al-Azhar di dalam kitab beliau: “Kalaupun tembakau tidak menjadikan mabuk dan tidak merusak akal, tetapi masih menimbulkan mudharat yang dapat dirasakan pengaruhnya pada kesehatan orang yang merokok. Para dokter telah menjelaskan bahwa unsur-unsur yang ada di dalamnya diketahui mengandung racun -meskipun lambat- yang akan dapat merampas kebahagiaan dan ketenangan hidup manusia. Karena itu tidak diragukan lagi bahwa tembakau (merokok) dapat menimbulkan gangguan dan mudharat, sedangkan hal ini merupakan sesuatu yang buruk dan terlarang menurut pandangan Islam.
Di sisi lain, jika kita perhatikan pengeluaran belanja untuk rokok ini ternyata lebih banyak, padahal anggaran tersebut dapat digunakan untuk sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat. Maka dari sudut pandang ini merokok jelas-jelas dilarang dan tidak diperbolehkan syara’.
Melihat dampak merokok yang buruk bagi kesehatan dan keuangan, tahulah kita bahwa hal ini termasuk perbuatan yang dibenci oleh syara’. Perlu juga diingat bahwa dalam menetapkan haram atau makruhnya suatu perkara, hukum Islam tidak hanya bersandar pada adanya nash yang khusus menjelaskan masalah yang bersangkutan. Berbagai ‘illat hukum dan qaidah-qaidah fiqhiyah yang umum mempunyai peranan penting dalam menetapkan hukum, dan qaidah serta ‘illat tersebut Islam memiliki keleluasaan untuk menetapkan hukum segala sesuatu yang dimunculkan oleh manusia, apakah hal itu halal atau haram. Caranya ialah dengan mengetahui kekhususan-kekhususan dan dampaknya yang dominan terhadap sesuatu: apabila menimbulkan dharar teranglah hal itu; jika menimbulkan manfaat saja, atau biasanya bermanfaat, maka hukumnya mubah; dan jika manfaat serta mudharatnya sama, maka menjaga itu lebih baik daripada mengobati.

V. KESIMPULAN
Dari pembahasan dan analisis di atas dapat saya simpulkan bahwa hukum merokok itu ada ulama yang mengatakan haram, makruh, dan mubah. Kesemuanya itu tergantung pada hal-hal yang ditimbulkan dari rokok tersebut. Jadi jika ‘illatnya itu menimbulkan mudharat pada kesehatan maka hukumnya haram. Jika hanya menimbulkan lemah atau loyo pada tubuh maka hukumnya makruh. Dan jika dengan menghisapnya kita dapat manfaat maka hukumnya bolah.

VI. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya sajikan. Mungkin dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pemabaca sebagai bahan acuan untuk perbaikan makalah ini dan makalah-makalah yang selanjutnya. Dan saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi saya sendiri atau bagi pembaca pada umumnya.



















DAFTAR PUSTAKA

al-Musyaiqih, Khalid bin Ali, Fiqih Kontemporer, terj. Ibnu Rasyid, Klaten: Inas Media, 2008, Cet ke-1
Bahreisj, Husein, Himpunan Fatwa, Surabaya: Al-Ikhlas, 1987
Qardhawi, Yusuf, Fatwa-fatwa Kontemporer jilid I, terj. As’ad Yasin, Jakarta, Gema Insani Press, 1995, Cet ke-1
Syaltut, Mahmud, Fatwa-fatwa, terj. Bustami A. Gani dan Zaini Dahlan, Jakarta: Bulan Bintang, 1972, Cet ke-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlanggan artikel Blogtegal via e-Mail