Minggu, 12 Desember 2010

Prinsip-prinsip Dasar Ajaran Islam Dalam Memandang HIV & AIDS

I. Kata Pengantar
Sejak ditemukannya pertama kali di Bali pada tahun 1987, jumlah kasus HIV & AIDS di Indonesia cenderung terus meningkat. HIV bukan saja pada kalangan penjaja seks, jarum suntik dan gay, tetapi juga pada bayi, remaja, perempuan dan laki-laki yang taat pada agama, petugas kesehatan, dan orang-orang pada umumnya. Orang dengan HIV & AIDS sering dikategorikan sebagai orang yang mendapatkan virus HIV karena perbuatan yang secara moral tidak benar. Mereka sering mendapatkan stigma sebagai pembuat dosa karena kutukan Tuhan. Mereka juga sangat rentan terhadap diskriminasi, karena masih adanya ketidaktahuan bahwa HIV & AIDS tersebut dapat menular karena kontak sehari-hari seperti berjabat tangan atau bergantian tempat duduk. Hal ini mengakibatkan mereka sering diasingkan. Penyebab utama dari stigma dan diskriminasi ini adalah karena masyarakat tidak menerima informasi yang benar tentang HIV & AIDS baik dari sudut pandang agama, kesehatan, maupun non agama. Fiqh HIV & AIDS merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi stigma dan diskriminasi melalui pendekatan agama. Diharapkan dapat digunakan oleh para aktivis sosial sebagai dasar teologis untuk memerangi penyebaran HIV & AIDS. Para pembaca diharapkan dapat memahami HIV & AIDS dari perspektif Islam. Juga dapat meningkatkan kepedulian dalam penanggulangan HIV & AIDS.
II. Pendahuluan
Hanya dalam tempo empat bulan terakhir ini, terdapat 60 bayi yang positif mengidap HIV. Hal itu terungkap setelah bayi-bayi tersebut dideteksi lewat pemeriksaan di Unit Perawatan Intermediat Penyakit Infeksi (UPIPI) RSU Dr. Soetomo. Ke-60 bayi tersebut terdeteksi mengidap HIV dari ibu yang memang mengidap HIV. Sebelumnya Surat Kabar Harian Kompas juga memberitakan bahwa pada tahun 2007 lalu, lebih dari 2 juta anak berusia di bawah 15 tahun di seluruh dunia harus hidup dalam kondisi terinfeksi HIV. Kebanyakan mereka bahkan telah terinfeksi virus sebelum dilahirkan, demikian laporan yang disampaikan sejumlah organisasi kemanusiaan di bawah PBB, seperti WHO, Unicef, dan UNAIDS. Contoh dua berita ini menunjukkan bahwa HIV & AIDS dapat menyerang siapa saja, tidak mengenal usia tua atau muda. Bayi sekalipun terserang HIV & AIDS. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Oleh karena itu, AIDS merupakan salah satu wabah yang paling mematikan dalam sejarah umat manusia. Sungguh pun kasus HIV & AIDS meningkat pesat, namun di kalangan masyarakat masih saja terdapat kesalahpahaman tentang HIV & AIDS. Pertama, HIV & AIDS dianggap kutukan Tuhan. Akibatnya, orang yang terkena HIV & AIDS serta merta dipandang buruk, jelek, hina, kotor, dan sejenisnya. Kedua, HIV & AIDS dapat menyebar melalui kontak komunikasi sehari-hari seperti berjabat tangan, bergantian tempat duduk, alat makan, dan lain-lain, sehingga beberapa orang dengan HIV & AIDS dikucilkan, diisolasi, dan dijauhi dari kehidupan sehari-hari. Ketiga, berkembang mitos di sebagian masyarakat bahwa hubungan seksual dengan perawan akan menyembuhkan AIDS. Ini sama sekali tidak benar dan tidak ada dasarnya. Selain akan menularkan HIV melalui cairan sperma atau vagina, juga mitos ini hanya akan berakibat pada eksploitasi seksual terhadap kaum perempuan saja.
III. Pengertian HIV & AIDS
HIV adalah nama virus pada manusia yang menyebabkan AIDS. HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus (atau virus yang menurunkan sistem kekebalan manusia). Virus ini menyerang system kekebalan tubuh karena infeksi. AIDS singkatan dari Acquiret Immundodeficiency syndrome. AIDS adalah sindrom kumpulan dari berbagai gejala dan infeksi sebagai akibat dari kerusakan spesifik sistem kekebalan tubuh karena infeksi HIV pada manusia.
IV. Fiqh yang dipahami
Fiqh dalam makna generic adalah pengetahuan dan pemahaman tentang sesuatu. Sebagai disiplin ilmu, fiqh dipahami sebagai suatu pengetahuan hukum Islam yang dirumuskan para ahli hukum Islam (mujtahid) melalui proses penalaran terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan teks Hadis yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang berakal dan dewasa. Hukum fiqh diputuskan biasanya sebagai jawaban dari berbagai persoalan atau kasus hukum yang berkembang di dalam masyarakat dan dalam kurun waktu tertentu. Kata fiqh juga akrab dihubungkan dengan tema kajian atau pembahasan tertentu, seperti fiqh ibadah untuk menamai kajian atau pembahasan atau sekumpulan hukum Islam yang berkaitan dengan peribadatan. Demikian juga fiqh jinayah untuk senutan kajian atau sekumpulan hukum pidana, fiqh munakahat untuk kajian atau sekumpulan hukum perkawinan. Dewasa ini penisbatan fiqh popular digandengkan dengan tema kajian yang spesifik. Misalnya fiqh al-bi’ah untuk mengemukakan pandangan Islam tentang lingkungan hidup, atau fiqh an-nisa untuk menjelaskan pandangan Islam tentang persoalan-persoalan perempuan atau pandangan Islam yang membela kaum perempuan. Dalam konteks ini disebut fiqh HIV & AIDS untuk menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan HIV &AIDS dalam pandangan dan pemahaman ajaran Islam yang diperoleh dari teks al-Qur’an dan Hadis. Fiqh ini bukan ketentuan hokum Islam tentang halal, haram, wajib, sunnah, makruh, dan mubah. Melainkan fiqh sebagai kerangka pandang, perspektif, dalam memandang segala hal yang berkaitan dengan HIV & AIDS. Dengan pilihan ini, fiqh bukan saja sekumpulan ketentuan hukum (legal-formal), melainkan kerangka etika moral sosial yang sangat penting untuk memandu kehidupan manusia yang adil, maslahat, manusiawi, dan bijaksana. Fiqh HIV & AIDS dengan demikian adalah kerangka etika moral sosial keagamaan untuk penanggulangan HIV & AIDS.
V. Prinsip-prinsip Dasar Ajaran Islam Dalam Memandang HIV & AIDS
Bagaimana sesungguhnya sikap Islam terhadap kasus HIV & AIDS dan terhadap orang dengan HIV & AIDS? Islam yang oleh para pemeluknya sering dinyatakan sebagai agama yang selalu relevan untuk dapat menjawab segala problem sosial kemanusiaan tentu sangat diharapkan bias memberikan kontribusi positif bagi bangsa guna memecahkan persoalan yang sangat krusial ini.
a. Penghormatan martabat manusia
Salah satu ajaran Islam yang mendasar adalah bahwa manusia merupakan makhluk terhormat dan paling unggul dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain.
وَلَقَدْ كَرَمْنَا بَنِى اۤدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلاً (الإسراء :۷۰)
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (Q.S. al-Isra’ [17]: 70)
Sebagai wujud pemuliaan Tuhan ini, manusia ditunjuk menjadi wakilnya di muka bumi. Di pundak manusia, Tuhan mempercayakan tugas-tugas kemakmuran dan penyejahteraan untuk seluruh makhluk-Nya di muka bumi.
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِّنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا (هود : ٦١)
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (Q.S. Hud [11]: 61)
Sebagai ciptaan-Nya, dalam pandangan Tuhan, semua manusia adalah sama dan setara. Tidak ada superioritas satu orang atas orang yang lain, baik karena identitas pribadi, kebangsaan, warna kulit, agama, jenis kelamin, ataupun identitas-identitas sosio-kultural yang lain. Satu-satunya faktor yang membedakan satu orang atas orang lain di hadapan Tuhan hanyalah karena ketakwaannya kepada-Nya.
يَاۤأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَرَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيْمُ خَبِيْرٌ (الحجرات : ١٣)
“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal”. (Q.S. al-Hujurat [49]: 13)
Karena kemuliaan ini, martabat manusia tidak boleh direndahkan dan dilecehkan hanya karena dia mengidap suatu penyakit tertentu. Seseorang tetap harus dimuliakan dalam keadaan apa pun, termasuk pada saat mengalami musibah atau mengidap suatu penyakit yang paling parah sekalipun. Musibah dan penyakit dalam pandangan Islam bisa terjadi karena kelalaian atau karena memang kehendak Allah sebagai ujian baginya.
قُلْ لَّنْ يُصِيْبَنَا إِلاَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ (التوبة : ٥١)
“Katakan (hai Muhammad), sekali-kali tidak akan menimpa kami kecuali Allah telah menetapkannya bagi kami. Dialah Pelindung kami dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus berserah diri”. (Q.S. at-Taubah [9]: 51)
Ajaran Islam ini tentu menuntun kita untuk bersikap dan memberikan pandangan yang adil, tidak diskriminatif, dan inferior, terhadap orang yang terinfeksi HIV. Oleh karena itu, dia wajib diberi bantuan pertolongan, kasih sayang, dan perhatian dari setiap orang yang sehat.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُنْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُوْمًا قَلُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُوْمًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ (رواه البخارى)
“Dari Anas ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: bantulah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi. Seorang laki-laki kemudian bertanya: wahai Rasulullah SAW, aku menolongnya ketika ia dizalimi, bagaimana caraku menolong orang yang berbuat zalim? Rasulullah SAW menjawab: Engkau mencegahnya dari berbuat zalim. Itulah pertolongan yang dapat kamu berikan”. (H.R. Bukhari)
Pertolongan atau bantuan yang patut diberikan kepada mereka yang tertimpa musibah HIV & AIDS dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain menyadarkan dan menganjurkannya untuk bertaubat dari kekeliruan perilakunya itu, menunjukinya jalan yang benar dan mendorongnya untuk bertaubat. Lebih jauh dari itu, bantuan juga dapat diberikan dengan memperlihatkan sikap empati, dukungan moral, dan menguatkan mentalnya agar dia tidak kehilangan semangat untuk bertahan hidup.
b. Relasi Seksual Suami-Isteri
Persepsi umum memperlihatkan bahwa orang yang hidup dengan HIV adalah orang yang melakukan hubungan seks yang tidak aman. Dalam pandangan masyarakat umum dimaknai sebagai hubungan seks di luar nikah, homoseksual, biseksual, dan hubungan seksual WPS (Wanita Penjaja Seks) dan lainnya. HIV dapat juga menimpa orang-orang yang baik, yang saleh, isteri atau ibu rumah tangga yang tekun shalat dan berpuasa serta tidak pernah keluar rumah. HIV juga dapat mengena pada bayi, anak-anak, dan remaja yang sama sekali belum mengenal hubungan seksual, juga mengena kepada pasangan suami dan isteri yang secara resmi berada dalam ikatan perkawinan yang sah. Apakah mereka yang terinfeksi HIV patut dihukum, disingkirkan, atau dicap sebagai orang-orang yang bermoral rendah?. Tuhan tentu tidak akan menghukum orang-orang yang tidak bersalah dan melanggar aturan-aturan-Nya.
....وَلاَ يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا (الكهف : ٤٩)
“…. Dan tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya”. (Q.S. al-Kahfi [18]: 49)
Perkawinan pada prinsipnya dimaksudkan sebagai wahana penyaluran hasrat seksual yang sah, sehat, aman, nyaman, dan bertanggung jawab menurut agama, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Perkawinan juga dimaksudkan sebagai cara manusia mengembangkan keturunan dan melanjutkan kehidupan.
وَمِنْ اَۤيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِيْ ذَلِكَ لَاَۤيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ (الروم: ٢١)
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Q.S. ar-Rum [30]: 21)
c. Hubungan Seks yang Saling Menghargai
أَلاَ وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٍ عِنْدَكُمْ لَيْسَ تَمْلِكُوْنَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ
“Aku berpesan pada kalian, hendaklah memperlakukan isteri-isteri kalian dengan baik, karena dalam realitas sosial kalian, mereka dianggap seperti tawanan. Sesungguhnya tidak ada kewajiban lain bagi kalian (para suami) kecuali berbuat baik terhadap mereka”.
Pasangan suami-isteri dituntut untuk saling menghargai pikiran dan pendapatnya. Suami hendaknya mendengarkan pikiran dan pilihan isterinya, sebagaimana isteri mendengarkan dan mentaati suaminya.
d. Perempuan dan HIV & AIDS
Para ahli menyebutkan bahwa dibanding dengan laki-laki, kemungkinan risiko terkena HIV pada perempuan jauh lebih besar, apabila terutama berhubungan seks tanpa memakai pengaman. Hal ini disebabkan luasnya jaringan mukosa dan konsentrasi HIV dalam air sperma. Organ-organ reproduksi perempuan lebih rentan dibanding dengan organ reproduksi laki-laki.
قُلْ لَّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَضُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ. وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ (النور: ٣۰-٣١)
“Katakanlah (hai Muhammad) kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mengendalikan pandangan matanya dan menjaga organ vitalnya (alat kemaluannya). Hal itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan beriman, hendaklah mereka mengendalikan pandangan matanya dan menjaga organ vitalnya. (Q.S. an-Nur [24]: 30-31)
Perlindungan terhadap kesehatan reproduksi perempuan dilakukan dengan memperhatikan dan mendengarkan pendapat perempuan. Dalam budaya patriarkhis, pendapat perempuan sering kali diabaikan dan dianggap tidak penting. Keadaan inilah yang sering kali membuat perempuan tertutup dan malu mengungkapkan apa yang dia rasakan dan pikirkan. Ketutupan seperti ini bisa membahayakan, bukan hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi orang lain, terutama mengenai hak-hak seksualitasnya. Dalam pandangan Islam, perempuan tidak boleh dipandang lebih rendah daripada kaum laki-laki. Kaum perempuan adalah manusia yang memiliki hak dan kewajiban yang harus dilindungi dan dihormati. Laki-laki dan perempuan harus saling menghargai dan melindungi.
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ.... (التوبة: ۷١)
“Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan hendaklah saling menolong…”. (Q.S. at-Taubah [9]: 71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlanggan artikel Blogtegal via e-Mail